BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Gambaran
Umum Obyek Penelitian
PT.
Unilever Indonesia Tbk merupakan salah satu perusahaan Fast Moving Consumer Goods (FMCG) terkemuka di Indonesia. Rangkaian
produk Perseroan mencakup produk kebutuhan rumah tangga dan individu (Home and Personal Care serta Foods and Refreshment) ditandai dengan
merek-merek terpercaya dan ternama di dunia, antara lain Wall’s, Lifebuoy,
Vaseline, Pepsodent, Lux, Pond’s, Sunlight, Rinso, Blue Band, Royco, Dove,
Rexona, Clear, dan lain-lain. Bidang usaha Unilever adalah produksi, pemasaran
dan distribusi barang-barang konsumsi yang meliputi sabun, deterjen, margarin, makanan
berinti susu, es krim, produk-produk kosmetik, minuman dengan bahan pokok teh
dan minuman sari buah.
PT. Unilever Indonesia Tbk didirikan
pada 5 Desember 1933, pada tanggal 9 Juni 2011 kepemilikan Unilever adalah
penanaman modal asing. Kantor pusat Unilever bertempat di jalan Jend Gatot
Subroto Kav. 15 Jakarta 12930, Indonesia.
Pertumbuhan berkelanjutan merupakan jantung dari model
bisnis Unilever. Banyak tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini, seperti
masalah kemiskinan, kesehatan, kelestarian sumber daya dan perubahan iklim,
adalah tantangan yang apabila tidak diatasi, dapat membawa dampak bagi
kelangsungan bisnis Unilever. Unilever menyikapinya dengan Unilever Sustainable Living Plan, sebuah komitmen
jangka panjang untuk meningkatkan kesehatan, memperbaiki penghidupan sekaligus
mengurangi dampak lingkungan. Pada 2013 Unilever telah membuat kemajuan dalam
pencapaian ketiga sasarannya. Selain menyampaikan pesan mengenai cara hidup
yang berkelanjutan (Sustainable)
melalui pengenalan merek Unilever, Unilever melibatkan diri secara langsung
dengan para pemangku kepentingan untuk hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan
berkelanjutan (sustainability).
Unilever terus bekerja sama dengan sejumlah pemasok utama Unilever petani
kedelai hitam, petani gula kakao dan petani teh untuk meningkatkan hasil panen
melalui praktik-praktik perkebunan yang lestari, seraya pada saat yang sama
meningkatkan penghidupan melalui proyek-proyek penciptaan sumber pendapatan dan
pemberdayaan di kalangan komunitas perkebunan. Sebagian besar perkebunan teh
pemasok Unilever saat ini telah disertifikasi oleh Rain Forest Alliance, dan Unilever tengah menyiapkan penyelesaian
proses sertifikasi untuk lahan-lahan perkebunan lainnya. Lifebuoy telah
menjalin kemitraan dengan sebuah desa di Nusa Tenggara Timur untuk meningkatkan
fasilitas sanitasi yang dapat membawa manfaat besar bagi kesehatan
masyarakatnya. Domestos pun telah berkolaborasi dengan sekolah-sekolah untuk
meningkatkan kebersihan lebih dari 1.000 toilet sekolah.
Unilever percaya bahwa sebelum Unilever dapat
membuat perubahan pada tingkat global, pola pikir pribadi harus berubah
terlebih dulu. Itu sebabnya inisiatif baru Unilever, Project Sunlight, yang
diluncurkan ingin menginspirasi masyarakat untuk membuat langkah-langkah kecil
secara pribadi, karena itulah yang akan membuat perbedaan. Komitmen Unilever
Indonesia terhadap kegiatan berkelanjutan (sustainability)
dan tanggung jawab sosial diakui secara internasional pada 2013 dalam bentuk
penganugerahan berbagai penghargaan, antara lain Stevie Awards untuk program bank sampah (Emas), edukasi kesehatan
dan hygiene di usia dini (Perak) serta
pertanian lestari (Perunggu), Green
Leadership award dari Asia
Responsible Entrepreneurship Awards, dan Best Corporate Social Responsibility Company in Asia Award dari AIM
dan Intel, serta sejumlah penghargaan dan anugerah tingkat nasional.
Unilever mendorong tercapainya agenda Unilever untuk kegiatan berkelanjutan (sustainability) secara menyeluruh, mulai dari pemilihan sumber
bahan mentah sampai ke proses produksi hingga pengantaran produk ke toko.
Sebagai sebuah organisasi, Unilever menempatkan prinsip kegiatan berkelanjutan (sustainability) sebagai dasar dari nilai
yang Unilever ikuti dan praktik bisnis yang Unilever lakukan. Unilever
senantiasa memastikan bahwa Unilever melakukan segala yang Unilever mampu untuk
menekan dampak yang Unilever timbulkan terhadap lingkungan, antara lain melalui
implementasi sistem manajemen lingkungan ISO 14001 secara konsisten sejak 1999.
Pada 2013, pendekatan yang sistematis dan komprehensif terhadap sustainability ini memperoleh pengakuan
dari Kementerian Lingkungan Hidup, yang sekali lagi menganugerahkan penghargaan
tertinggi peringkat PROPER Emas kepada pabrik Rungkut untuk pengelolaan
lingkungan yang baik. Dengan demikian, Unilever Indonesia menjadi perusahaan Fast Moving Consumer Goods (FMCG) pertama
yang meraihnya selama dua tahun berturut-turut. Pabrik Cikarang Unilever
memperoleh peringkat Hijau (kedua tertinggi), serta penghargaan Industri Hijau
dari Kementerian Perindustrian, dengan skor 4 dari nilai tertinggi 5.
Serangkaian
prestasi ini menunjukkan bahwa Unilever Indonesia bukan saja telah melampaui
ketentuan persyaratan manajemen lingkungan, namun juga berkomitmen untuk
menjalankan upaya penyempurnaan terus menerus untuk memastikan bahwa seluruh
proses produksi Unilever berlangsung secara efisien dan ramah lingkungan.
Target Unilever secara global berkaitan dengan penggunaan energi yang efisien,
sebagaimana dirumuskan dalam program kegiatan berkelanjutan dari Unilever (Unilever Sustainable Living Plan) adalah
mengurangi separuh dari dampak gas rumah kaca yang ditimbulkan oleh
produk-produk Unilever di seluruh siklus kehidupannya pada 2020. Target ini,
sejalan dengan kebijakan pabrik Unilever, untuk menghemat pemakaian bahan-bahan
mentah, energi dan air, telah diwujudkan dalam serangkaian indikator kinerja
utama (KPI: Key Performance Indicators)
bagi masing-masing pabrik, dan kemajuannya
dilaporkan secara teratur melalui sistem online Unilever. Penyempurnaan
secara terus menerus pada parameter KPI
ini di seluruh lini operasi Unilever
telah membuahkan pengurangan
pemakaian energi secara konsisten. Unilever
telah memetakan keseluruhan emisi Unilever
dan melakukan pemantauan secara teratur serta menggunakan hasilnya sebagai bahan untuk penyusunan strategi pengurangan selanjutnya.
Sebagai wujud dari komitmen Unilever
untuk menggunakan bahan bakar yang lebih
ramah lingkungan, Unilever telah beralih
menggunakan gas alam sebagai bahan
bakar utama bagi boiler-boiler Unilever.
Jumlah emisi total telah berkurang 2,75% pada 2013 dibanding 2012. Air
merupakan bahan mentah utama sekaligus bahan tambahan dalam proses produksi
Unilever dan harus dikelola serta dipantau sebagai bagian integral dari pengelolaan pabrik. Sepanjang tahun,
Unilever meningkatkan sejumlah upaya
berkaitan dengan penggunaan air, seperti
daur-ulang air melalui pusat pengolahan air
limbah (Waste Water Treatment Plant/WWTP), tadah air hujan, dan sebagainya. Berikut ini adalah
produk dari Unilever.
Gambar
1.1 Produk Unilever
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Untuk menjalankan usahanya Unilever mempunyai visi dan misi
yang digunakan untuk kemajuan usahanya, berikut visi dan misi dari Unilever
Visi : Untuk meraih
rasa cinta dan penghargaan dari Indonesia dengan menyentuh kehidupan setiap
orang Indonesia setiap harinya.
Misi dari Unilever adalah
:
1)
Unilever bekerja untuk menciptakan masa
depan yang lebih baik setiap hari.
2)
Unilever membantu konsumen merasa
nyaman, berpenampilan baik dan lebih menikmati hidup melalui brand dan layanan
yang baik bagi mereka dan orang lain.
3)
Unilever menginspirasi masyarakat untuk
melakukan langkah kecil setiap harinya yang bila digabungkan bisa mewujudkan
perubahan besar bagi dunia.
4)
Unilever senantiasa mengembangkan cara
baru dalam berbisnis yang memungkinkan kami tumbuh dua kali lipat sambil
mengurangi dampak terhadap lingkungan.
1.2
Latar
Belakang
Limbah plastik menjadi masalah utama dalam pencemaran
lingkungan. Plastik telah dikenal luas dalam kehidupan manusia. Berbagai barang
kebutuhan hidup mulai barang-barang sederhana hingga barang-barang berteknologi
terus meningkat menumbuhkan kekhawatiran mengenai dampak buruknya terhadap
lingkungan. Awalnya sifat-sifat plastik yang ringan, praktis, ekonomis, dan
tahan terhadap pengaruh lingkungan menjadi unggulan, sehingga plastik dapat
digunakan untuk menggantikan bahan-bahan lain yang tidak tahan lama. Akan
tetapi plastik juga banyak digunakan untuk barang sekali pakai sehingga sampah
plastik semakin bertambah, sementara proses degradasi secara alamiah
berlangsung sangat lama. Sebagai
akibatnya sampah plastik menjadi masalah bagi lingkungan.
Data dari website Kementrian Lingkungan Hidup
(www.menlh.go.id) menunjukkan pada tahun 2007 volume
timbunan sampah di 194 kabupaten dan kota di Indonesia mencapai 666 juta liter
atau setara 42 juta kilogram, di mana komposisi limbah plastik mencapai 14
persen atau 6 juta ton. Dari sumber yang sama di tahun 2012, jumlah sampah di
14 kota besar di Indonesia mencapai 1,9 juta ton. Adapun, jumlah limbah plastik
secara umum pada tahun 2013 sebanyak 53% dari jumlah sampah yang ada.
Meningkatnya jumlah limbah plastik ini menjadi sebuah hal yang dapat mengancam
kestabilan ekosistem lingkungan, mengingat plastik yang digunakan saat ini
adalah plastik yang tidak dapat terurai secara biologis (nonbiodegradable).
Plastik merupakan jenis sampah atau limbah yang proses penguraiannya
membutuhkan waktu yang lama dan tidak ramah lingkungan. Secara umum, kebanyakan limbah
plastik merupakan kemasan plastic yang tidak dapat
terurai secara biologis
(nonbiodegradable) yang berasal dari
sintesis minyak bumi. Plastik untuk kemasan merupakan plastik yang paling
dominan digunakan dibandingkan penggunaan untuk sektor lainnya, sehingga sampah
kemasan plastik menyumbang paling banyak limbah plastik.
Karena itu pada akhir abad 20, dalam buku Ottman
(2006) kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya pelestarian lingkungan
semakin meningkat, peningkatan ini dicetuskan oleh adanya kekhawatiran besar
kemungkinan terjadinya bencana lingkungan hidup yang mengancam, bukan hanya kesehatan,
namun bahkan sampai pada kelangsungan hidup manusia dan keturunannya. Adanya kesadaran
konsumen akan hak-haknya untuk mendapatkan produk yang layak, aman dan ramah
lingkungan semakin kuat, maka perusahaan menerapkan isu-isu lingkungan sebagai
salah satu strategi pemasarannya atau yang telah kita kenal sebagai green
marketing. Hal ini juga sesuai dengan meningkatnya perhatian pada isu
lingkungan oleh pembuat peraturan publik dapat dilihat sebagai indikasi lain
bahwa kepedulian lingkungan merupakan area yang potensial sebagai strategi
bisnis.
Perhatian terhadap isu-isu lingkungan ini ditandai
dengan maraknya para pelaku bisnis dalam menerapkan standar internasional atau
lebih dikenal dengan ISO-14001. ISO-14001 ini merupakan sistem manajemen
lingkungan yang dapat memberikan bukti kepada produsen dan konsumen bahwa
dengan menerapkan sistem tersebut produk yang dihasilkan/dikonsumsi baik
limbah, produk bekas pakai ataupun layanannya sudah melalui suatu proses yang
memperhatikan kaidah-kaidah atau upaya-upaya pengelolaan lingkungan. International
Organization for Standardization (ISO) mengembangkan suatu seri
standar internasional untuk ekolabel (ISO 14020 – ISO 14024). Ekolabel (eco-labelling)
diartikan sebagai kegiatan pemberian label yang berupa simbol, atribut atau
bentuk lain terhadap suatu produk dan jasa. Label ini akan memberikan jaminan
kepada konsumen bahwa produk/jasa yang dikonsumsi tersebut sudah melalui proses
yang memperhatikan kaidah-kaidah pengelolaan lingkungan.
Secara strategis bahwa penerapan green marketing
mampu menarik simpati masyarakat secara luas, dan bahkan persyaratan untuk
izin operasional produksi dan kemudahan memperoleh fasilitas kredit perbankan
atau memperoleh keringanan pajak yang mungkin dapat dipertimbangkan oleh pihak
pemerintah yang kini lebih gencar untuk menjalankan konsep dan pelaksanaan
kebijakan dan peraturan tanggung jawab sosial perusahaan. Pengertian kegiatan green
marketing (pemasaran hijau) yang merupakan dinamika pasar dan termasuk perubahan
orientasi perilaku konsumen lebih peduli lingkungan (green consumer) yang
mendorong pihak pemasar (marketer)
dengan cara-cara terbaru memasarkan produk melalui pendekatan tanggung jawab
dan ramah lingkungan.
Program memperkenalkan green marketing atau go
green, kini sedang menjadi suatu gerakan baru pihak produsen atau
perusahaan yang berkomitmen untuk mengembangkan pemasaran peduli lingkungan (green
marketing) terhadap tanggung jawab lingkungan produk yang pendekatannya ramah
lingkungan (go green), pada praktiknya perusahaan atau produsen tersebut
yang telah menerapkan suatu konsep, yaitu manajemen pengelolaan atau mendaur
limbah sampah, khususnya bahan-bahan pembungkus, wadah dan hingga kemasan
terbuat dari plastik atau stereoform suatu produk makanan atau minuman
yaitu melalui proses kegiatan: mengurangi (reducing), menggunakan kembali
(refusing) dan mendaur ulang (recycling waste). Pada prinsipnya
pihak perusahaan industri turut serta berpartisipasi secara aktif melakukan
tindakan pencegahan kerusakan, pencemaran, atau terjadinya polusi terhadap
lingkungan hidup melalui sistem tanggung jawab lingkungan perusahaan atau
produknya (corporate environmental) yang mengedepankan dengan
menggunakan teknologi ramah lingkungan, dan bahan-bahan yang aman terhadap
kesehatan manusia yaitu melalui pendekatan bermanfaat bersama, bernilai tinggi
dan memiliki kebajikan tinggi (high value and high virtue).
Limbah yang dihasilkan menyebabkan kekhawatiran,
sehingga manusia mulai berpikir untuk beralih menggunakan dan memilih produk-produk
yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. Kepedulian konsumen tentang
lingkungan ditanggapi secara positif oleh pemasar dan menjadikan hal tersebut
sebagai peluang dalam melakukan strategi pemasaran. Produsen berusaha memenuhi
keinginan dan kebutuhan konsumen dengan menciptakan produk yang ramah
lingkungan di segala aspek, mulai dari bahan mentah, proses pengolahan, proses
produksi hingga pengemasan barang yang sudah jadi. Pemasar pun memasukkan isu
lingkungan dalam aktivitas pemasaran yang dilakukan baik dari segi produk,
tempat, harga dan media promosi. Hal ini menimbulkan konsep green marketing pada
perusahaan.
PT. Unilever menghasilkan limbah
kemasan bekas pakai konsumen
dalam jumlah yang besar terdiri atas kemasan isi
ulang dan sachet yang ada pada
produk-produk kebutuhan rumah tangga dan individu (Home and Personal Care) serta beberapa jenis produk makanan. Sebagai bagian dari komitmen PT. Unilever untuk
mengurangi volume limbah bekas ini, Unilever
Indonesia bergabung dengan Koalisi untuk
Kemasan yang Berkelanjutan (Coalition for
Sustainable Packaging), sebuah koalisi sektor swasta yang beranggotakan
perusahaan-perusahaan Fast Moving
Consumer Goods (FMCG) di Indonesia. Pada 2013, bersama mitra koalisi
Unilever yaitu Coca-Cola Indonesia, Aqua Danone, Nestle, Tetrapack dan Indofood, Unilever bekerjasama untuk membangun advokasi
dan komunikasi strategis tentang pengelolaan kemasan bekas pakai secara berkelanjutan. Unilever mencoba
mengidentifikasi peran dan tanggung jawab dari beragam pemangku kepentingan dan
melibatkan mereka dalam penciptaan konsep holistik untuk mengelola kemasan
bekas pakai dari semua sektor. Unilever hadir dengan kesadaran tinngi akan pelestarian
lingkungan. Untuk menjaga lingkungan, Unilever terus mencari teknologi yang
dapat memaksimalkan produksi, baik dari pengurangan bobot kemasan, hingga
produk yang tidak memakai banyak sumber daya (www.unilever.co.id).
Keputusan pembelian
yang dilakukan konsumen sangat bervariasi, ada yang sederhana dan komplek.
Kotler dan Keller (2012:166) mengemukakan bahwa proses pengambilan
keputusan pembelian dapat dibagi menjadi lima tahapan yaitu
: pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan
pembelian, perilaku pasca pembelian.
Menurut Kotler dan Keller (2012:166) jika dianggap bahwa keputusan
membeli, maka pembelian akan menjumpai serangkaian keputusan menyangkut pemilihan produk, pemilihan merek, pemilihan saluran pembelian,
jumlah pembelian, dan waktu pembelian. Hubungan green
product terhadap keputusan pembelian adalah konsumen masa kini cenderung
berhati-hati atau dengan kata lain menjadi kritis terhadap lingkungan
sekitarnya. Dalam hal pembelian produk, mereka mempunyai berbagai kriteria
sebelum melakukan pembelian. Dengan adanya paradigma baru ini di kalangan
konsumen, maka terjadi pergeseran pandangan pula dalam kaitannya dengan
pemasaran. Sedangkan hubungan corporate social responsibility terhadap
keputusan pembelian adalah konsumen akan membeli produk yang memberikan nilai
lebih kepada konsumen, maka dari itu perusahaan membuat program tanggung jawab
sosial, selain untuk memberikan nilai tambah kepada konsumen juga untuk sarana
promosi perusahaan serta edukasi perusahaan kepada konsumennya. Untuk
mengetahui “Pengaruh Green Marketing
dan Corporate Social Responsibility Terhadap
Keputusan Pembelian Produk Unilever Studi Kasus Masyarakat Kota Bandung”, dari
latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah untuk penelitian ini.
1.3
Perumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1)
Bagaimana green
marketing?
2)
Bagaimana corporate
social responsibility?
3)
Bagaimana
keputusan pembelian?
4)
Seberapa
besar pengaruh green marketing dan corporate social responsibility terhadap
keputusan pembelian?
1.4
Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini berdasarkan
rumusan masalah diatas adalah :
1)
Untuk
mengetahui bagaimana green marketing
2)
Untuk
mengetahui bagaimana corporate social responsibility
3)
Untuk
mengetahui bagaimana keputusan pembelian
4)
Untuk
mengetahui berapa besar pengaruh green marketing dan corporate social
responsibility terhadap keputusan pembelian.
1.5
Manfaat
Penelitian
1.5.1
Aspek
Teoritis
Penelitian ini dapat
dijadikan sebagai sarana informasi untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan
tentang sejauh mana pengaruh kepedulian terhadap lingkungan dengan keputusan
membeli produk ramah lingkungan oleh konsumen. Selain itu memberikan kontribusi
sebagai referensi untuk penelitian sejenis.
1.5.2
Aspek
Praktisi
Dipraktikkan dan bahan
pertimbangan bagi praktisi dan perusahaan yang akan mengambil kebijakan sistem
manajemen lingungan dan green marketing
sebagai strategi pertumbuhan korporasi dan meningkatkan kinerja perusahaan
dalam rangka mencapai keunggulan kompetitif.
1.6
Sitematika
Penulisan
Untuk
memberikan gambaran yang jelas mengenai penelitian yang dilakukan, maka
disusunlah suatu sistematika penulisan yang berisi informasi mengenai materi
dan hal yang di bahas dalam tiap-tiap bab, ada pun sistematika penulisan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bab
I Pendahuluan. Pada bab ini di uraikan tentang objek penelitian, latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, serta sistematika penulisan.
Bab
II Tinjauan Pustaka. Pada bab ini diuraikan tentang landasan teori yang
digunakan sebagai dasar dari analisis penelitian, penelitian terdahulu dan
kerangka penelitian teoritis.
Bab
III Metode Penelitian. Pada bab ini diuraikan tentang jenis dan sumber data,
metode pengumpulan data dan metode analisis.
Bab
IV Hasil Dan Pembahasan. Pada bab ini diuraikan mengenai deskripsi objek
penelitian, analisis data dan pembahasan atas hasil pengolahan data.
Bab
V Penutup. Bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan, serta saran-saran yang diberikan kepada perusahaan dan pihak-pihak
lain yang membutuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar