BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan
Pustaka
2.1.1
Pengertian
Pemasaran
Pemasaran menurut Mullins (2010:14) adalah sebuah proses
menganalisia, merencanakan, mengimplementasikan, mengkoordinasi, dan mengontrol
program termasuk gambaran, penentuan harga, promosi, dan distribusi produk,
jasa serta ide yang didesain untuk membuat dan mempertahankan pertukaran yang
menguntungkan dengan target pasar sebagai landasan dari meraih tujuan
organisasional. Menurut Sunyoto (2013:18) pemasaran adalah sistem keseluruhan
kegiatan usaha yang ditunjukkan untuk merencanakan, menentukan harga,
mempromosikan dan mendistribusikan barang, jasa, ide, kepada pasar sasaran agar
dapat mencapai tujuan organisasi. Menurut Asosiasi Pemasaran Amerika (2013:27)
pemasaran adalah satu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk
menciptakan, mengkomunikasikan dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan
mengelola hubungan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik
sahamnya. Sedangkan menurut Kotler dan Keller (2012:27), pemasaran adalah
fungsi organisasi untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyampaikan nilai
kepada pelanggan dan untuk membangun hubungan pelanggan yang memberikan
keuntungan bagi organisasi dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
organisasi. Dari pengertian diatas di simpulkan bahwa pemasaran adalah
bagaimana pemasar menyampaikan produk atau jasanya kepada konsumen baik
distribusi informasi maupun distribusi produk itu sendiri.
2.1.2
Green Marketing
Menurut Dahlstorm (2010:6) green marketing adalah
proses perencanaan dan pelaksanaan bauran pemasaran untuk memfasilitasi
konsumsi, produksi, distribusi, promosi, kemasan, dan produk reklamasi dengan
cara yang sensitif atau responsif terhadap kepentingan ekologi. Sedangkan
menurut Bukhari (2011:375) green marketing mengacu pada proses menjual
produk atau jasa berdasarkan manfaat lingkungan mereka. Seperti produk atau
jasa ramah lingkungan di dalamnya atau diproduksi dengan cara yang ramah
lingkungan. Selain itu juga merupakan cara untuk melihat bagaimana kegiatan
pemasaran dapat membuat para konsumen puas dengan penggunaan bahan-bahan
terbaik dari sumber daya yang terbatas serta memenuhi tujuan perusahaan. Dari
pengertian diatas penulis simpulkan bahwa green
marketing adalah proses menjual dan memproduksi suatu barang atau jasa
dengan mementingkan lingkungan.
Menurut Haryani (2010), komponen dari green
marketing dibagi menjadi :
1)
Green Consumerism
Menurut Boztepe
(2012:7) green consumer secara umum didefinisikan sebagai orang yang
mengadopsi perilaku ramah lingkungan atau yang membeli produk green. Green
consumer lebih dikontrol secara internal karena mereka percaya bahwa akan
sangat efektif dalam perlindungan lingkungan. Dengan demikian, mereka merasa
bahwa pekerjaan perlindungan lingkungan tidak harus diserahkan kepada bisnis,
pemerintah, lingkungan dan ilmuwan saja tetapi mereka sebagai konsumen juga
dapat berperan. Dalam
ilmu marketing dikatakan bahwa penawaran itu ada karena adanya permintaan
(hukum penawaran dan permintaan). Begitupun dengan green marketing ada
karena adanya green consumers. Green Consumerism sendiri
didefinisikan sebagai “The use of individual consumer preference to
promote less enviromentally damaging products and services” Smith,
1998 dikutip dalam Hariyani (2010). Yang menarik dari definisi ini adalah bahwa
green consumerism muncul dari kesadaran dan pembentukan
preferensi konsumen individual terhadap produk yang ingin dikonsumsinya yang
menginginkan produk-produk yang ramah lingkungan atau minimal sedikitnya dapat
mengurangi tingkat kerusakan lingkungan. Hal ini menunjukkan kepahaman bahwa
menciptakan produk yang seratus persen aman bagi lingkungan sangat sulit
dicapai. Terlalu banyak trade off baik itu terhadap harga, ketahanan (durability),
product performance, kenyamanan dan kriteria lain.
2)
Green Product
Green Product atau
yang biasa disebut dengan Produk yang berwawasan lingkungan adalah suatu produk
yang dirancang dan diproses dengan suatu cara untuk mengurangi efek-efek yang
dapat mencemari lingkungan, baik dalam produksi, pendistribusian dan
pengkonsumsiannya. Hal ini dapat dikaitkan dengan pemakaian bahan baku yang
dapat didaur ulang. Ada empat cara yang digunakan untuk mengoptimalkan suatu produk
yaitu:
a. Reuse
adalah pemanfaatan produk yang
digunakan untuk pembersihan atau sterilisasi.
b. Repair
adalah memperbaiki hal-hal
yang mengalami kerusakan kecil, tidak berfungsi atau berkinerja buruk.
c. Reconditioning/Remanufacturing
adalah merombak atau mengganti
suatu komponen tertentu.
d.
Recycling adalah mendaur ulang suatu produk yang digunakan sebagai
bahan baku untuk produk lain.
Menurut Grant (2007:12), menjelaskan 3 tahap green marketing, yaitu :
1)
Green
Bertujuan ke arah kepedulian
lingkungan dengan menonjolkan merek atau produk dari perusahaan yang ramah
lingkungan.
2)
Greener
Perusahaan berusaha untuk mencoba
merubah gaya konsumen mengonsumsi/memakai produk. Misalnya menghemat kertas
dengan cara memakai kertas yang sudah dipakai, untuk mengeprint atau menggunakan
hal yang tak penting, menghemat air, menghemat listrik, menghemat pemakaian AC.
3)
Greenest
Perusahaan
berusaha merubah gaya konsumen atau budaya konsumen untuk lebih peduli tehadap
lingkungan.
Peluang dari green marketing menurut
Ottman (2006:12), menimbulkan
beberapa hal yang menjadi nilai lebih yaitu :
1)
Keuntungan Lebih
Beberapa perusahaan terutama mereka yang memiliki
industri dengan tingkat pencemaran yang tinggi seperti bahan kimia, minyak, dan
tenaga listrik , saat ini memiliki sistem manajemen yang ditempatkan untuk
memastikan riwayat lingkungan hukum perusahaan dan produk melampaui harapan
konsumen. Memproduksi eco-efisien produk, meminimalisir yang terbuang,
menggunakan beberapa bahan mentah, dan juga menghemat energi. Perubahan
diperlukan untuk membuat dan produk lingkungan pasar sensitif untuk
mempertinggi moral pekerja dan produktivitas dengan cara memberikan gaji dalam
memperbaiki hubungan konsumen dan pengembalian keseluruhan dari investasi.
2)
Keuntungan Bersaing
Setelah banyak pemasar mengetahui bahwa menjadi yang
pertama dengan inovasi berbasis lingkungan mendatangkan keuntungan bersaing,
saat ini banyak perusahaan yang mengikutinya. Belakangan ini, pesaing yang
agresif pandai menangkap imajinasi dan memenangkan hati atas keinginan yang
tinggi pada lingkungan dan kesadaran sosial konsumen atas produk hijau. Melihat
potensi penjualan dari orientasi pemasaran hijau, banyaknya pemasar yang telah
terbangun dengan baik saat ini berbelanja untuk perusahaan hijau dengan
menjanjikan merek hijau, sehingga keuntungan bersaing bisa didapatkan.
3)
Meningkatkan Market Share
Banyak
eksekutif yang terkejut untuk menemukan berapa banyak konsumen yang sadar akan
hal tersebut dan tindakan akan pengetahuan pada riwayat perusahaan untuk lingkungan
dan tanggungjawab sosial.
4)
Produk yang Lebih Baik
Pada saat banyak merek menguubah yang dilakukan atas
nama kepentingan orang lain, menarik konsumen kebanyakan akan prospek produk
hijau yang cukup hanya pada prospek kualitas yang lebih tinggi, hemat air
menggunakan shower memangkas tagihan energy, dan produk non toxic lebih
aman untuk anak-anak. Harapannya yaitu manfaat peningkatan kinerja utama,
kenyamanan, harga, dan keselamatan, misalnya yang menyertai perbaikan
lingkungan untuk terus mendorong pasar akan produk ramah lingkungan di tahun
dan dekade selanjutnya.
Alasan beberapa perusahaan menggunakan green
marketing menurut Singh (2010) :
1)
Organisasi menganggap
pemasaran lingkungan menjadi peluang yang dapat digunakan untuk mencapai
tujuannya.
2)
Organisasi percaya bahwa
mereka memiliki kewajiban moral untuk menjadi lebih bertanggung jawab secara
sosial.
3)
Badan pemerintah yang
memaksa perusahaan untuk menjadi lebih bertanggung jawab.
4)
Tekanan lingkungan pesaing
kegiatan perusahaan untuk mengubah kegiatan lingkungan pemasaran mereka.
5)
Faktor biaya yang terkait
dengan pembuangan limbah, atau pengurangan pemakaian bahan mendorong perusahaan
untuk memodifikasi perilaku mereka.
2.1.3
Green Product
Menurut Singh (2010), pengusaha yang
ingin menggunakan konsep green marketing muncul dengan :
1)
Mengidentifikasi kebutuhan
lingkungan pelanggan dan mengembangkan produk untuk mengatasi kebutuhan.
2)
Mengembangkan produk
lingkungan yang bertanggung jawab untuk memiliki dampak yang lebih rendah dari
pesaing kepada lingkungan.
Menurut Singh (2010), berbagai produk
dipasar yang mendukung green marketing diantaranya :
1)
Produk terbuat dari bahan
daur ulang.
2)
Produk yang dapat didaur
ulang atau digunakan kembali.
3)
Produk efisien yang hemat
air, energi atau bensin, menghebat uang dan mengurangi dampak lingkungan.
4)
Produk dengan kemasannya
ramah lingkungan.
5)
Produk dengan label green.
6)
Produk organik.
7)
Sebuah layanan yang
menyediakan jasa sewa atau produk pinjaman.
8)
Sertifikat produk yang
memenuhi atau melampaui kriteria yang bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Karakteristik
green marketing dalam Ottman (2006:55)
akan penulis jabarkan pada penjelasan di bahwa, yaitu :
1)
Produk tidak mengandung toxic.
2)
Produk lebih tahan lama.
3)
Produk menggunakan bahan baku yang dapat
didaur ulang.
4)
Produk menggunakan bahan baku dari bahan
daur ulang.
5)
Produk tidak menggunakan bahan yang
dapat merusak lingkungan.
6)
Tidak melibatkan uji produk yang
melibatkan binatang apabila tidak betul-betul diperlukan.
7)
Selama penggunaan tidak merusak
lingkungan.
8)
Menggunakan kemasan yang sederhana dan
menyediakan produk isi ulang.
9)
Tidak membahayakan bagi kesehatan
manusia dan hewan.
10)
Tidak menghabiskan banyak energi dan
sumber daya lainya selama pemrosesan, penggunaan, dan penjualan.
11)
Tidak menghasilkan sampah yang tidak
berguna akibat kemasan dalam jangka waktu yang singkat.
Menurut Shabani (2013:1882) Produk dalam pemasaran hijau
sering disebut dengan produk hijau (green product) bahwa produk hijau (green
product) adalah produk yang tidak mencemari lingkungan, tidak membuang
sumber daya atau yang dapat didaur ulang. Produk hijau membantu menghemat
energi untuk menjaga dan meningkatkan sumber daya lingkungan alam atau dan
mengurangi atau menghilangkan penggunaan zat-zat beracun, polusi dan limbah.
Ottman dalam Renfro (2010:5) mendefinisikan produk hijau biasanya tahan lama,
tidak berbahaya bagi kesehatan, pengemasan terbuat dari bahan daur ulang.
Ottman (2011:9) menyebutkan 84% pembeli sekarang memilih produk hijau, hal ini
memicu pasar masal untuk memperhatikan produk hijau yang meliputi: penggunaan
serat organik, proses produksi makanan secara organik, detergen konsentrasi
ultra, proses produksi dengan melindungi binatang.
2.1.4
Corporate Social Responsibility
Corporate Social Responsibility di dunia
dan Indonesia kini telah menjadi isu penting berkaitan dengan masalah dampak
lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut muncul sebagai reaksi
dari banyak pihak terhadap kerusakan lingkungan baik fisik, psikis maupun
sosial, sebagai akibat dari pengelolaan sumber-sumber produksi yang tidak
benar. Menurut Poerwanto (2010:21) corporate
social responsibility adalah jiwa perusahaan untuk mencapai tujuan-tujuan
bisnis yang mencakup citra perusahaan, promosi, meningkatkan penjualan,
membangun percaya diri, loyalitas karyawan, serta keuntungan. Dalam konteks
lingkungan eksternal, tanggung jawab sosial berperan dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat seperti kesempatan kerja dan stabilitas sosial-ekonomi-budaya.
Tanggung
jawab sosial menimbulkan tiga cabang, Kotler dan Keller (2013:653). Meningkatnya
level pemasaran yang bertanggung jawab sosial menimbulkan serangan bercabang
tiga yang mengandalkan perilaku tanggung jawab legal, etis, dan sosial yang
memadai. Sebagai berikut akan dijelaskan
:
1)
Perilaku legal, masyarakat harus menggunakan
undang-undang untuk mendefinisikan sejelas mungkin praktik-praktik yang
illegal, atau antikompetitif. Organisasi harus memastikan bahwa setiap karyawan
mengetahui dan memperhatikan undang-undang apapun yang relevan.
2)
Perilaku etis, perusahaan harus menganut dan
menyebarkan satu kode etik tertulis, membangun sebuah tradisi perilaku etis
perusahaan, dan mendorong orang-orangnya bertanggung jawab penuh untuk
memperhatikan pedoman etis dan legal.
3)
Perilaku sosial, para pemasar individu harus
mempraktikkan sebuah kesadaran sosial dalam perjanjian khusus dengan pelanggan
dan pihak-pihak yang berkepentingan.
Pemasaran
internal yang efektif harus dicocokan dengan rasa tanggung jawab sosial yang
besar Kotler dan Keller (2013:651), perusahaan perlu mengevaluasi apakah mereka
benar-benar mempraktikan pemasaran bertanggung jawab secara etis dan sosial.
Beberapa kekuatan yang mendorong perusahaan mempraktikkan level tanggung jawab
sosial korporat yang lebih tinggi adalah : menimbulkan harapan pelanggan,
mengubah harapan karyawan, legalisasi dan tekanan pemerintah, minta investor
terhadap kriteria soasial, dan mengubah praktik untuk mendapatkan pasokan
bisnis.
Menurut
Byron (2010:50), ada empat tingkat tanggung jawab sosial. Yaitu ekonomis,
legal, etis dan bebas. Keempatnya penting. Secara bersamaan mereka menjelaskan
apa yang sering ditunjuk sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Empat
tingkatan tersebut akan penulis jelaskan pada uraian di bawah :
1)
Tanggung jawab ekonomis, mengharuskan beberapa
atau semua langkah berikut pada saat-saat strategis dan di dalam kesinambungan,
meningkatkan harga, mengurangi biaya, memutuskan pengurangan tenaga kerja demi
efisiensi, memerintahkan pembaharuan atau pengganti gedung dan perlengkapan,
memperkenalkan teknologi baru, penemuan pasar-pasar baru, dan penggadaian
resiko. Hal ini adalah mempertimbangkan secara ekonomis, bahwa perusahaan
mengumpulkan keuntungan melalui efisiensi dalam segala bidang.
2)
Tanggung jawab legal di dalam kehidupan
perusahaan berarti menanti hukum dan mengakui bahwa hukum yang mengatur
dimaksudkan untuk menjaga kompetisi. Penghormatan terhadap hukum wajib dan
mutlak dimiliki oleh setiap perusahaan. Disinilah perusahaan bisa mentaati
aturan-aturan termasuk segala bentuk perundang-undangan yang mengatur tentang
tanggung jawab sosial perusahaan.
3)
Tanggung jawab etis, dimaksudkan sebagai
penghormatan terhadap martabat manusia. Selain itu, tanggung jawab etis juga
termasuk sebagai penghormatan atas lingkungan fisik yang telah menjadi dampak
atas kegiatan perusahaan, karena perusahaan berpotensi membangun juga
berpontensi merusak lingkungan.
4)
Pada tingkat yang tertinggi adalah sikap bebas
dan sukarela terhadap tanggung jawab
sosial perusahaan. Tingkatan ini lebih penting daripada tanggung jawab
yang lain di bawahnya. Sebab pada tingkat ini lebih menekankan sikap sosial
yang sukarela tanpa adanya dorongan baik secara sosial maupun hukum yang
diberlakukan oleh pemerintah.
Tanggung
jawab sosial memliki cakupan yang sangat luas menurut Praswoto dan Huda
(2011:104), tidak hanya berkaitan dengan perilaku etis terhadap masyarakatnamun
juga tata kelola organisasi, praktik terhadap pekerja, isu konsumen dan lain
sebagainya. Maka corporate social
responsibility pada dasarnya memiliki cakupan yang tidak sempit.
Subyek inti tanggung jawab sosial sangat banyak. Dan
mulai dari tata kelola organisasi, praktik terhadap pekerja, lingkungan,
praktik operasi yang adil, isu-isu konsumen, pengembangan masyarakat, hingga
hak asasi manusia. Oleh karenanya, susuai dengan konsep ini, maka corporate social responsibility tidak
hanya sempit pada pengembangan masyarakat atau lingkungan saja, tapi mencakup
aspek-aspek yang telah dijelaskan diatas.
Cakupan corporate
social responsibility tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut ini :
Gambar 2.1 Cakupan Corporate Social Responsibility

Sumber : Prastowo dan Huda, 2011
Akan penulis menjelaskan tentang subyek inti corporate social responsibility :
1)
Tata kelola organisasi yang baik
Perusahaan
sudah selayaknya menerapkan tata kelola yang baik, disamping secra aktif
mengimplementasikan corporate social
responsibility. Kerapkali perusahaan lalai menerapkan tata kelola
perusahaan yang baik, namun bersemangat dalam menerapkan corporate social responsibility. Perusahaan tidak hanya berhadapan
dengan masyarakat, tetapi juga para pemangku kepentingan lainnya seperti
pemegang saham. Olehkarenanya perusahaan wajib menerapkan good corporate governance melalui penerapan prinsip-prinsip
diantaranya fairness, transparency,
accountability, ataupun responsibility.
2)
Praktik terhadap pekerja
Tanggung
jawab sosial tidak hanya berkaitan dengan masyarakat, akan tetapi secara
internal juga berkewajiban untuk berpraktik secara adil, khususnya dalam kaitan
dengan pekerjaannya. Akhir-akhir ini di berbagai penjuru kota secara mudah
dapat ditemui adanya demonstrasi dari buruh pabrik. Isu demonstrasi biasanya
menyangkut upah buruuh yang rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan hidup
layak. Wajib bagi eksekutif perusahaan untuk memperhatikan upah buruhnya.
Perusahaan tidak dapat dikatakan baik jika tidak mengupah buruhnya secara
layak. Sekalipun sudah melakukan corporate
social responsibility dengan baik.
3)
Lingkungan kegiatan bisnis
Kerapkali
berdampak pada perusakan lingkungan. Terlebih bisnis tersebut bergerak dibidang
eksplorasi alam. Ketidakseimbangan alampun kadangkala timbul akibat aktivitas perusahaan.
Oleh karena itu, tanggung jawab sosial perusahaan tidak boleh tidak harus
memperhatikan aspek keseimbangan lingkungan ini. Ini adalah subyek inti yang
paling mendasar dan tidak boleh ditinggalkan oleh sebuah perusahaan dalam
menerapkan corporate social
responsibility.
4)
Praktik operasi yang adil
Praktik
corporate social responsibility tidak
hanya dijalankan di luar praktik operasi perusahaan, namun juga menyatu dengan
praktik operasional perusahaan tersebut.
5)
Isu-isu konsumen
Ini
mencakup antara lain : pemasaran yang terbuka, melindung keselamatan dan
kesehatan konsumen, konsumsi berkelanjutan, layanan konsumen dan complain,
perlindungan dan privasi data konsumen, layanan terhadap akses, dan pendidikan
dan penyadaran terhadap konsumen.
6)
Pengembangan dan pelibatan masyarakat
Yang
biasanya dikenal dalam praktik corporate
social responsibility hanya menyangkut community
development. Namun didalam ISO 26000 ditambahkan involvement.
7)
Hak asasi manusia
Subyek inti implementasi corporate social responsibility adalah hak asasi manusia. Hak asasi
manusia meliputi mulai dari hak-hak dasar seseorang hingga hak sosial, hokum
dan ekonomi. Tentunya hak ini berkaitan dengan internal organisasi maupun secra
eksternal diluar organisasi. Dalam menerapkan corporate social responsibility, perusahaan diwajibkan menghormati
dan sekaligus menjunjung tinggi hak-hak asasi seseorang.
2.1.5
Keputusan
Pembelian
Menurut Schiffman dan Kanuk
(2010:23), perilaku konsumen didefinisikan sebagai perilaku menggunakan,
mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan
memuaskan kebutuhan mereka.
Menurut
Kotler dan Amstrong (2012:176), tahapan dalam proses pengambilan keputusan
pembelian terdiri dari lima tahap, yaitu :
Gambar
2.2 Keputusan Pembelian









Sumber : Kotler dan Amstrong (2012 :
176)
1)
Pengenalan masalah
Proses
pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan. Kebutuhan
tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal. Para pemasar
perlu mengidentifikasikan keadaan yang memicu kebutuhan tertentu. Dengan
mengumpulkan informasi dari sejumlah
konsumen, para pemasar dapat mengidentifikasikan rangsangan yang paling sering
membangkitkan minat akan kategori yang mampu memicu minat konsumen.
2)
Pencarian
informasi
Konsumen yang terangsang kebutuhannya
akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Kita dapat membaginya
ke dalam dua level rangsangan. Situasi pencarian informasi yang lebih ringan
dinamakan penguatan perhatian. Pada level itu orang hanya sekedar lebih peka
terhadap informasi produk.
Pada level selanjutnya, orang itu mungkin masuk ke pencarian informasi
secara aktif : mencari bahan bacaan, menelepon teman dan mengunjungi toko untuk
mempelajari produk tertentu. Sumber informasi konsumen digolongkan kedalam
empat kelompok:
a.
Sumber
pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan.
b.
Sumber
komersial : iklan, waraniaga, penyalur, kemasan, pajangan di toko.
c.
Sumber
publik : media massa, organisasi penentu peringkat konsumen.
d. Sumber pengalaman : pengenalan,
pengkajian dan pemakaian produk.
3)
Evaluasi
alternatif
Terdapat beberapa proses evaluasi
keputusan dan model-model yang terbaru memandang proses evaluasi konsumen sebagai
proses yang berorientasi kognitif, yaitu model tersebut menganggap konsumen
membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional.
Beberapa konsep dasar akan membantu
kita memahami proses evaluasi konsumen: Pertama, konsumen berusaha memenuhi
kebutuhan. Kedua, konsumen memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan
atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang
digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu.
Para konsumen memiliki sikap yang
berbeda-beda dalam memandang berbagai atribut yang dianggap relevan dan
penting. Mereka akan memberikan perhatian terbesar pada atribut yang memberikan
manfaat yang dicarinya.
4)
Keputusan
pembelian
Dalam
tahap evaluasi, para konsumen membentuk preferensi atas merek-merek yang ada di
dalam kumpulan pilihan. Konsumen tersebut juga dapat membentuk niat untuk
membeli merek yang paling disukai. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi
keputusan pembelian konsumen yaitu, faktor pertama adalah sikap orang lain.
Sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai seseorang akan
bergantung pada dua hal yaitu intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif
yang disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang
lain. Semakin gencar sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang lain
tersebut dengan konsumen, konsumen akan semakin mengubah niat pembeliannya.
Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul
dan mengubah niat pembelian, seperti harga yang diharapkan dan manfaat yang
diharapkan.
5)
Perilaku pasca
pembelian
Setelah
membeli produk, konsumen akan mengalami level kepuasan atau ketidakpuasan
tertentu. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap produk akan mempengaruhi perilaku
konsumen selanjutnya. Jika konsumen tersebut puas, ia akan menunjukkan
kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali produk tersebut.
Tahap-tahap proses pengambilan keputusan pembelian di
atas menunjukkan bahwa para konsumen harus melalui seluruh lima urutan tahap
ketika membeli produk, namun tidak selalu begitu. Para konsumen dapat melewati
beberapa tahap.
2.2
Penelitian
Terdahulu
Penelitian terdahulu ini penulis jadikan sabagai acuan
untuk menulis laporan tugas akhir ini, dari penelitian terdahulu peneliti
penulis dapat melihat persamaan, perbedaan serta teori-teori terkait penulisan
laporan tugas akhir.
Tabel
2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti
|
M.
Pradma, Suharyono, dan A. Kusumawati.
|
Asrianto Balawera
|
F. Silvia, A. Fauzi D.H. dan A.
Kusumawati
|
Valentina Apina Sitorus
|
Muhammad Dendy H
|
Judul Karya Ilmiah
|
Pengaruh
Green Marketing Terhadap Citra Merek dan Keputusan Pembelian
|
Green
Marketing dan
Corporate Social Responsibility Pengaruhnya Terhadap Keputusan Pembelian
Konsumen Melalui Minat Membeli Produk Organik di Freshmart Kota Manado
|
Pengaruh Pemasaran Hijau Terhadap
Citra Merek serta Dampaknya pada Keputusan Pembelian
|
Pengaruh Green
Marketing Dalam Keputusan Pembelian Produk Air Mineral Aqua Dan Ades
|
Pengaruh Reduce, Reuse, Recycle, Recovery Dan Disposal Terhadap
Persepsi Konsumen.
|
Publikasi
|
1 Mei 2014,
Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya Malang
|
4 Desember 2013, Jurnal EMBA
|
1 September 2014, Fakultas Ilmu
Administrasi, Universitas Brawijaya Malang
|
2014,
Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Telkom.
|
2014,
Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Telkom.
|
Hasil Penelitian
|
Product, Price, dan
Place memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Asosiasi
Merek dan Struktur Keputusan Pembelian, Asosiasi Merek memiliki pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap Struktur Keputusan Pembelian, sedangkan Promotion
memiliki pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan terhadap Asosiasi
Merek dan Struktur Keputusan Pembelian.
|
Pengaruh green marketing terhadap
keputusan pembelian tidak signifikan karena dipicu mahalnya harga dan minat
beli konsumen masih belum sadar akan pentingnya pola hidup sehat melalui
produk organik yang ramah lingkungan. Dimana tanggung jawab perusahaan
mempengaruhi minat beli konsumen agar dapat memberikan kontribusi positif
dalam kepuasan konsumen untuk membeli produk organik yang ramah lingkungan.
|
Pemasaran Hijau secara
langsung mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Citra Merek. Citra Merek
secara langsung mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Keputusan
Pembelian. Pemasaran Hijau secara langsung mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap Keputusan Pembelian. Pemasaran Hijau secara tidak langsung mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap Keputusan Pembelian melalui Citra Merek
|
green marketing yang dilakukan Aqua dibandingkan Ades dengan persentase green
product 75,33%, green price 80,37%, green promotion 82,41%
. Besar pengaruh green marketing terhadap keputusan pembelian bahwa green
marketing pada Aqua lebih mempengaruhi keputusan pembelian, sedangkan
pada Ades, green marketing tidak terlalu mempengaruhi keputusan
pembelian yang lebih mempengaruhi keputusan pembelian Ades adalah berupa
faktor lain dengan green marketing Aqua berkontribusi sebesar 54,3%
terhadap keputusan pembelian dan sisanya 45.7% dipengaruhi oleh faktor lain
sedangkan Ades green marketing berkontribusi sebesar 43% terhadap
keputusan pembelian dan sisanya 57% dipengaruhi oleh faktor lain.
|
Variabilitas variabel
dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas independennya yaitu sebesar
26,5 % dan sisanya sebesar 73,5% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
dimasukkan dalam penelitian model ini.
|
Industri
|
The Body Shop Mall Olympic Garden
Malang
|
Freshmart Kota Manado
|
Oriflame Cabang Surabaya
|
PT Danone dan PT Coca Cola
|
J.CO Donuts &
Coffee
|
Persamaan
|
Terdapat variabel yang sama yaitu
pengaruh green marketing terhadap keputusan
pembelian.
|
Meneliti pengaruh green marketing
dan Corporate Social Responsibility terhadap keputusan pebelian
|
Mempunyai faktor X yang sama
yaitu pengaruh green marketing dan
faktor Y yang sama yaitu keputusan pembelian
|
Memiliki variabel X yang sama
yaitu green marketing
|
Memiliki persamaan dalam teori
dan metode penelitian
|
Perbedaan
|
Penulis tidak meneliti pengaruh green marketing terhadap citra merek.
|
Tidak meneliti tentang minat
beli.
|
Peneliti tidak meneliti citra
merek
|
Objek penelitian yang berbeda
|
Variabel X yang berbeda
|
2.3
Kerangka
Pemikiran
Pada bagian ini,
berdasarkan teori diatas akan diusulkan model pemikiran konseptual (conseptual
mode) yang telah menjadi model penelitian empiris dan berfungsi sebagai
pedoman dalam melaksanakan penelitian, yang selanjutnya akan memperlihatkan
adanya pengaruh green marketing dan corporate social responsibility
terhadap keputusan membeli konsumen seperti yang digambarkan dalam kerangka
pemikiran berikut:







Green
marketing (X1) yang penulis teliti dalam karya
tulis ini adalah green product, dan Corporate Social Responsibility (X2).
Dimana variabel X1, dan X2 ini yang akan mempengaruhi keputusan
pembelian oleh konsumen. Hipotesis dari kerangka pemikiran diatas adalah
sebagai berikut :
H1 : Bagaimana green marketing?
H2: Bagaimana corporate social
responsibility?
H3:
Bagaimana keputusan pembelian?
H4: Seberapa besar pengaruh green
marketing dan corporate social responsibility terhadap keputusan
pembelian?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar