Jumat, 09 September 2016

Hukum Perjanjian dan Perikatan

Hukum Perjanjian dan Perikatan
1522J – Legal Aspect in Economic
LEARNING OUTCOMES
1. Peserta diharapakan mampu mampu menerapkan pihan dan dasar hukumn terkait dengan
suatu perjanjian dan perikatan.
2. Peserta juga diharapkan bisa menganisis tentang aspek hukum ekonomi terkait dengan
perjanjian dan perikatan.
OUTLINE MATERI :
1. Hubungan Perjanjian dengan Perikatan
2. Asas-asas Hukum Perjanjian
3. Syarat Sahnya Perjanjian
4. Perjanjian Menurut Isinya
5. Hapusnya Perikatan
1522J – Legal Aspect in Economic
ISI
Hubungan Perjanjian dengan Perikatan
Hukum perjanjian dan perikatan berada dalam ruang lingkup hukum perdata. Hukum perdata
adalah bidang hukum yang cakupannya sangat luas serta beraneka ragam pengaturan dan
ketentuannya. Hukum perdata di Indonesia bersumber dari Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPerdata) yang berasal dari Burgerlijke Wetboek, yaitu Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata negeri Belanda yang diberlakukan di Indonesia sejak zaman Hindia Belanda.
KUHPerdata terdiri atas empat buku sebagai berikut.
Buku I : perihal orang
Buku II : perihal kebendaan
Buku III : perihal perikatan
Buku IV : perihal pembuktian dan kedaluwarsa
Dalam hubungan ini, terdapat dua istilah yang hampir sama, namun berbeda pengertiannya, yaitu
perikatan dan perjanjian. Hukum perikatan dianggap paling penting karena ia paling banyak
digunakan dalam lalu lintas hukum sehari-hari. Adapun yang dimaksud dengan perikatan adalah
suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan hubungan tersebut pihak
yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk
memenuhi tuntutan tersebut (Subekti, 1985: 1). Pihak yang berhak menuntut sesuatu disebut
kreditur atau pihak berpiutang. Sementara itu, pihak yang berkewajiban untuk memenuhi
tuntutan disebut debitur atau pihak berutang. Hubungan antara dua pihak tersebut merupakan
hubungan hukum yang berarti bahwa hak kreditur atau berpiutang itu dijamin oleh hukum atau
undang-undang. Apabila tuntutan itu tidak dipenuhi secara sukarela, kreditur dapat menuntutnya
di depan hakim.
1522J – Legal Aspect in Economic
Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata berbunyi "Suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih:' Lebih lanjut,
pengertian tersebut oleh Subekti ditafsirkan sebagai suatu peristiwa ketika seseorang berjanji
kepada orang lain atau ketika dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal (Subekti,
1985: 1).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa hubungan antara perikatan dengan
perjanjian adalah perjanjian menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di
samping sumber-sumber lainnya. Selain itu, dapat diketahui pula bahwa perikatan adalah suatu
pengertian abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkret atau suatu peristiwa.
ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN
Sebagian besar dari peraturan hukum mengenai perjanjian bermuara dan mempunyai dasar pada
asas-asas hukum. Asas-asas hukum merupakan dasar atau pokok karena bersifat fundamental.
Lebih lanjut, asas-asas yang dikenal di dalam hukum perjanjian klasik adalah asas kebebasan
berkontrak (contracts vrijheid), asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda, dan asas
kepribadian.
Asas Kebebasan Berkontrak (Contracts Vrijheid)
Asas ini memperbolehkan setiap masyarakat untuk membuat perjanjian yang berisi apa pun
asalkan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan undang-undang. Hukum
perjanjian memberikan kebebasan yang seluassluasnya kepada masyarakat untuk mengadakan
perjanjian yang berisi apa saja bahkan diperbolehkan untuk membuat ketentuan-ketentuan
sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian dalam Buku III KUHPerdata.
Budiono (2009: 44) menguraikan asas kebebasan berkontrak yang isinya memberikan kebebasan
kepada para pihak untuk:
1. membuat atau tidak membuat perjanjian;
2. mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
1522J – Legal Aspect in Economic
3. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
4. menentukan bentuk perjanjian, yaitu secara tertulis atau lisan.
Keempat hal tersebut boleh dilakukan, namun tidak boleh bertentangan dengan undang-undang,
ketertiban umum, dan kesusilaan.
Asas Konsensualisme
Perjanjian terbentuk karena adanya perjumpaan kehendak (konsensus) dari para pihak. Perjanjian
pada dasarnya dapat dibuat secara bebas tidak terikat bentuk tertentu dan perjanjian itu telah lahir
pada detik tercapainya kata sepakat dari para pihak. Dengan kata lain, perjanjian itu sudah sah
apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah diharuskan adanya suatu
formalitas tertentu (Subekti, 1985: 15).
Terdapat pengecualian dalam asas konsensualisme, yakni bahwa dalam perjanjian tertentu, oleh
undang-undang ditetapkan adanya formalitassformalitas tertentu. Pengecualian tersebut seperti
perjanjian penghibahan benda tidak bergerak (tanah) yang hams dilakukan dengan akta notaris.
Jadi, perjanjian tersebut harus dalarn bentuk tertulis. Apabila perjanjian semacam ini tidak
dilakukan dengan akta notaris maka perjanjian tersebut batal.
Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servanda dipatuhi sebagai sebuah prinsip yang menetapkan bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Dengan kata lain, as as ini melandasi pemyataan bahwa sebuah perjanjian akan
mengakibatkan suatu kewajiban hukum sehingga para pihak terikat untuk melaksanakan
perjanjian tersebut. Perjanjian dibuat sendiri oleh para pihak dan mereka juga yang menentukan
isinya serta cara pelaksanaannya. Perjanjian yang dibuat secara sah tersebut memunculkan akibat
hukum yang sarna dengan undang-undang bagi para pihak. Dalam pengertian ini, apabila salah
satu pihak tidak atau lalai melaksanakan kewajibannya menurut perjanjian maka pihak lainnya
yang dirugikan atau dilanggar haknya akan mendapat perlindungan hukum dari negara yang
1522J – Legal Aspect in Economic
bersangkutan melalui pengadilan. Selanjutnya, para pihak harus memenuhi apa yang telah
mereka sepakati dalam perjanjian yang telah mereka buat.
Asas Kepribadian (Personalitas)
Asas kepriadian disimpulkan dari Pasal 1315 KUHPerdata yang berbunyi "Pada umumnya tiada
seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji,
melainkan untuk dirinya sendirr'
Perikatan hukum yang dilahirkan oleh suatu perjanjian hanya mengikat orang-orang yang
membuat perjanjian itu dan tidak mengikat orang lain. Sebuah perjanjian hanya meletakkan hakhak
dan kewajiban-kewajiban antara para pihak yang membuatnya. Orang lain atau pihak ketiga
tidak mempunyai sangkut paut dengan perjanjian tersebut (Subekti, 1985: 30). Seseorang tidak
diperbolehkan membuat perjanjian yang meletakkan kewajiban bagi orang lain atau pihak ketiga
tanpa adanya kuasa dari pihak ketiga tersebut.
Dalam asas kepribadian, berlaku dua pengecualian sebagai berikut.
1. Janji untuk pihak ketiga
Pada janji ini, seseorangmembuatsuatu perjanjian yang isinyamenjanjikan hak-hak bagi
orang lain.
2. Perjanjian garansi
Seseorang membuat perjanjian dengan orang lain, sebut saja A dan B. Dalam perjanjian
ini, A menjanjikan bahwa orang lain (C) akan berbuat sesuatu dan A menjamin bahwa C
pasti akan melaksanakan. Akan tetapi, jika C tidak melaksanakan sesuatu hal yang
disebutkan dalam perjanjian ini maka A bertanggung jawab untuk melaksanakan
kewajiban C tersebut. Perjanjian ini lazim dipraktikkan dalam perbankan.
1522J – Legal Aspect in Economic
Asas Iktikad Baik
Silondae dan Fariana (2010: 12) mengemukakan bahwa semua perjanjian yang dibuat hams
dilandasi dengan iktikad baik (in good faith). Lebih lanjut, pengertian iktikad baik mempunyai
dua arti, yaitu
1. perjanjian yang dibuat hams memperhatikan norma-norma kepatutan dan kesusilaan;
2. perjanjian yang dibuat hams mencerminkan suasana batin yang tidak menunjukkan
adanya kesengajaan untuk memgikan pihak lain.
SYARAT SAHNYA PERJANJIAN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di dalam Pasal1320 telah menetapkan syarat sahnya
suatu perjanjian, yaitu:
1. sepakat mereka yang mengikatkan diri (kata sepakat);
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan (kecakapan);
3. hal tertentu;
4. sebab yang halal;
5. akibat hukum syarat tidak terpenuhi.
Kata Sepakat
KUHPerdata tidak menjelaskan apa yang dirnaksud dengan sepakat. Untuk memperoleh
penjelasan mengenai hal tersebut, Subekti (1985: 17) menguraikan bahwa kedua pihak yang
mengadakan perjanjian hams sepakat, setuju, atau seia sekata mengenai hal-hal yang pokok
1522J – Legal Aspect in Economic
dalam perjanjian yang dibuat. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh
pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang secara timbal balik, misalnya penjual
menginginkan sejumlah uang dan pembeli menginginkan sebuah barang dari penjual. Untuk
mewujudkan suatu kesepakatan, tidak cukup bahwa keinginan atau keputusan sudah diambil oleh
para pihak. Kehendak dan keputusan harus disampaikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang
lain secara tirnbal balik.
Pernyataan kehendak oleh salah satu pihak adalah penawaran (offer) yang disampaikan kepada
mitranya. Sebaliknya, pernyataan kehendak oleh mitranya
yang menerima penawaran tersehut merupakan penerimaan (acceptance). Pernyataan dan
penerimaan pada prinsipnya tidak digantungkan pada hentuk tertentu. Lehih lanjut, pernyataan
kehendak dapat diherikan secara tegas.
Pasal1321 KUHPerdata memherikan penegasan hahwa sehuah perjanjian tidak memenuhi syarat
kesepakatan apabila kesepakatan tersebut diberikan karena kekhilafan, paksaan, atau penipuan.
Lebih lanjut, terpenuhi atau tidaknya syarat kesepakatan ini semata-mata ditentukan oleh para
pihak atau suhjek perjanijan. Dengan demikian, syarat kesepakatan ini disehut juga dengan
syarat suhjektif.
Kecakapan
Pada prinsipnya, setiap orang dianggap cakap atau mampu untuk memhuat perjanjian, kecuali
ditentukan lain oleh undang-undang. Prinsip ini hersumher dari Pasal1329 KUHPerdata yang
herhunyi "Setiap orang adalah cakap untuk memhuat perikatan-perikatan, terkecuali ia oleh
undang-undang dinyatakan tidak cakap:'
Golongan orang yang oleh undang-undang dianggap tidak cakap untuk memhuat perjanjian
adalah :
1. orang yang belum dewasa atau anak di hawah umur (minderjarig);
2. orang yang ditempatkan di bawah pengampuan (curatele).
1522J – Legal Aspect in Economic
Golongan orang yang disebutkan di atas tidak dapat memhuat perjanjian secara mandiri, kecuali
jika melalui perwakilan, yaitu orang tua atau wali atau orang dewasa lain yang herhak
mewakilinya.
Dalam hukum nasional Indonesia, usia dewasa adalah minimal herumur 18 tahun atau helum
herumur 18 tahun, tetapi telah menikah. Ketentuan ini ditetapkan dalam Pasal 47 UU Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan. Lehih lanjut, ketentuan ini dipertegas dalam Pasal39 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang menyatakan hahwa
penghadap (untuk membuat akta perjanjian) harus berusia minimal 18 tahun atau telah menikah.
Terpenuhi atau tidaknya syarat kecakapan ini semata-mata ditentukan oleh para pihak atau
subjek perjanijan. Dengan demikian, syarat kesepakatan ini disehut juga dengan syarat subjektif.
Hal Tertentu
Yang dimaksud dengan hal tertentu dalam Pasal 1320 KUHPerdata adalah apa yang menjadi
kewajihan dari dehitur dan apa yang menjadi hak dari kreditur atau sebaliknya. Hal tertentu
sehagai ohjek perjanjian dapat diartikan sehagai keseluruhan hak dan kewajihan yang timbul dari
pernjanjian (c. Asser-Rutten dalam Budiono, 2009: 107). Suatu kewajihan dalam perjanjian
dinamakan prestasi hagi dehitur, sedangkan hagi kreditur hal tersehut merupakan hak.
Tuntutan dari undang-undang adalah objek perjanjian haruslah tertentu. Setidaknya objek
perjanjian dapat ditentukan tentang hak dan kewajibannya, isi pokok perjanjian yang
menyangkut harga dan barangnya. Tujuan dari suatu perjanjian adalah untuk terbentuknya,
berubahnya, atau berakhirnya suatu perikatan. Perjanjian tersebut mewajibkan kepada para pihak
untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu (prestasi). Oleh karena
itu, kewajiban tersebut haruslah dapat ditentukan. Hal ini sekaligus berarti adanya objek
perjanjian yang dapat ditentukan.
1522J – Legal Aspect in Economic
Terpenuhi atau tidaknya syarat hal tertentu, semata-mata ditentukan oleh isi atau objek
perjanijan. Dengan demikian, syarat kesepakatan ini disebut juga dengan syarat objektif.
Sebab yang Halal
Sebab yang dimaksud adalah isi perjanjian itu sendiri atau tujuan dari para pihak mengadakan
perjanjian, yaitu mempunyai dasar yang sah dan patut atau pantas. Halal adalah tidak
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Terpenuhi atau tidaknya syarat sebab yang halal, semata-mata ditentukan oleh isi atau objek
perjanjian. Dengan demikian, syarat kesepakatan ini disebut juga dengan syarat objektif.
Akibat Hukum Syarat Tidak Terpenuhi
Kesepakatan yang merupakan salah satu syarat subjektif dianggap tidak ada apabila perjanjian
tersebut mengandung unsur paksaan, penipuan, atau kekeliruan. Apabila perjanjian yang dibuat
mengandung salah satu unsur serta apabila yang membuat belum dewasa maka akibat hukum
terhadap perjanjian tersebut adalah perjanjian dapat dimintai pembatalan. Dengan kata lain,
perjanjian dapat dibatalkan dan menjadi tidak berlaku sejak saat dibatalkan. Lebih lanjut, apabila
salah satu pihak menghendaki agar dibatalkan maka perjanjian itu tidak mengikat lagi. Namun,
jika salah satu tidak meminta perjanjian tersebut dibatalkan maka perjanjian tersebut dianggap
sah dan tetap dilaksanakan.
Sementara itu, apabila perjanjian tidak memuat syarat objektif karena tidak adanya objek
perjanjian yang jelas atau perjanjian tersebut tidak dibenarkan oleh hukum, kesusilaan, dan
ketertiban umum maka akibatnya perjanjian tersebut batal demi hukum. Dengan kata lain, sejak
perjanjian itu lahir, perjanjian itu dianggap tidak pernah ada. Hal ini karena tidak ada pihak yang
berhak menuntut suatu prestasi dari pihak lainnya.
1522J – Legal Aspect in Economic
PERJANJIAN MENURUT ISINYA
Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian mengemukakan bahwa dari segi isinya, perjanjian
dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
1. perjanjian untuk memeberikan atau menyerahkan sebuah barang;
2. perjanjian untuk berbuat sesuatu;
3. perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.
Sesuatu yang harus dilaksanakan dalam sebuah perjanjian disebut prestasi. Apabila isi perjanjian
dilaksanakan oleh para pihak maka tujuan perjanjian dapat tercapai. Namun, tidak selamanya
perjanjian terlaksana seperti yang diinginkan oleh para pihak. Adakalanya ada pihak yang tidak
melaksanakan kewajibannya atau cedera janji, dalam hukum perjanjian disebut dengan
wanprestasi.
HAPUSNYA PERIKATAN
KUHPerdata melalui Pasal 1381 telah menetapkan beberapa sebab yang mengakibatkan
berakhirnya perjanjian sebagai berikut.
1. Pembayaran
Pembayaran adalah pelunasan utang atau tindakan pemenuhan prestasi oleh debitur kepada
kreditur. Pada dasarnya, pembayaran dilakukan di tempat yang telah dijanjikan, namun
apabila di dalam perjanjian itu tidak ditentukan tempat pembayaran maka hal itu diatur dalam
KUHPerdata.
Berkaitan dengan hal pembayaran, dikenal sebuah istilah yang disebut subrogasi, yaitu
penggantian kedudukan kreditur oleh pihak ketiga. Penggantian ini terjadi dengan
pembayaran yang dijanjikan ataupun ditetapkan oleh undang-undang.
1522J – Legal Aspect in Economic
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsinyasi) .
Konsinyasi adalah sebuah cara untuk menghapus perikatan. Hal ini karena pada saat debitur
hendak membayar utangnya, pembayarannya ditolak oleh kreditur sehingga debitur dapat
menitipkan pembayaran melalui kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat.
3. Novasi (pembaruan utang)
Novasi adalah perjanjian antara debitur dengan kreditur saat perikatan yang sudah ada
dihapuskan lalu dibuat sebuah perikatan yang baru.
4. Perjumpaan utang (kompensasi)
Kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang yang sudah dapat ditagih secara
timbal balik antara debitur dan kreditur.
5. Percampuran utang
Percampuran utang adalah percampuran kedudukan antara orang yang berutang dengan
kedudukan sebagai kreditur sehingga menjadi satu.
6. Pembebasan utang
Adalah pernyataan sepihak dari kreditur kepada debitur bahwa debitur dibebaskan dari utang.
7. Musnahnya barang yang terutang
Musnahnya barang yang terutang diartikan sebagai perikatan hapus dengan musnahnya atau
hilangnya barang tertentu yang menjadi pokok prestasi yang diwajibkan kepada debitur
untuk menyerahkannya kepada kreditur. Hilang atau musnahnya barang tersebut bukan
karena kesalahan atau kelalaian debitur.
8. Batal atau pembatalan
Pembatalan diartikan sebagai pembatalan perjanjian-perjanjian yang dapat dimintakan
sebagaimana yang sudah diuraikan sebelumnya pada syarat-syarat sahnya perjanjian.
1522J – Legal Aspect in Economic
9. Berlakunya suatu syarat batal
Berlakunya suatu syarat batal diartikan sebagai syarat yang apabila dipenuhi akan
menghapuskan perjanjian dan membawa segala sesuatu pada keadaan semula, yaitu seolaholah
tidak ada sebuah perjanjian.
10. Lewat waktu atau kedaluwarsa
Kedaluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh hak atas sesuatu atau untuk dibebaskan
dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang
ditentukan oleh undang-undang.
Dengan lewatnya waktu tersebut, setiap perikatan menjadi hapus karenanya. Yang tersisa
adalah suatu perikatan bebas. Artinya adalah kalau dibayar boleh, tetapi kalau tidak dibayar
tidak dapat dituntut di depan hakim.
Menurut Subekti dalam Raharjo (2009: 100), sepuluh cara di atas belum lengkap karena
masih ada cara-cara yang belum disebutkan, misalnya berakhirnya suatu ketetapan waktu
dalam perjanjian atau meninggalnya salah satu pihak dalam perjanjian, padahal prestasi
hanya dapat dilaksanakan oleh orang yang meninggal dunia tersebut.
1522J – Legal Aspect in Economic
SIMPULAN
• Hubungan Perjanjian dengan Perikatan
Hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan
perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di samping sumber-sumber lain. Suatu
perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu.
• Asas-asas Hukum Perjanjian
Asas-asas hukum merupakan dasar atau pokok karena bersifat fundamental. Lebih lanjut,
asas-asas yang dikenal di dalam hukum perjanjian klasik adalah asas kebebasan berkontrak
(contracts vrijheid), asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda, dan asas kepribadian.
• Syarat Sahnya Perjanjian
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di dalam Pasal1320 telah menetapkan syarat sahnya
suatu perjanjian, yaitu ; sepakat mereka yang mengikatkan diri (kata sepakat), kecakapan
untuk membuat suatu perikatan (kecakapan), hal tertentu, dan sebab yang halal.
• Perjanjian Menurut Isinya
Hukum Perjanjian mengemukakan bahwa dari segi isinya, perjanjian dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu; perjanjian untuk memeberikan atau menyerahkan sebuah barang, perjanjian untuk
berbuat sesuatu, perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.
• Hapusnya Perikatan
Mengenai hapusnya perikatan, sudah diatur dalam KUHPerdata melalui Pasal 1381.
1522J – Legal Aspect in Economic
DAFTAR PUSTAKA
1. Arus Akbar Silondae dan Wirawan B. Ilyas. (2011). Pokok-Pokok Hukum Bisnis.
Salemba Empat. Jakarta. ISBN: 978-979-061-190-0.
2. http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4e3b8693275c3/perbedaan-dan-persamaandari-
persetujuan,-perikatan,-perjanjian,-dan-kontrak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar