BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem
pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan baik di sektor perbankan, pasar modal, dan sektor
jasa keuangan non-bank seperti Asuransi, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan lainnya.
Secara
lebih lengkap, OJK adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak
lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21
tersebut.
Tugas pengawasan industri
keuangan non-bank dan pasar modal secara resmi beralih dari Kementerian
Keuangan dan Bapepam-LK ke OJK pada 31 Desember 2012. Sedangkan pengawasan di
sektor perbankan beralih ke OJK pada 31 Desember 2013 dan Lembaga Keuangan
Mikro pada 2015. Sumber (www.ojk.go.id
diakses 2016).
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem
pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan.
Sementara berdasarkan pasal 6 dari UU No 21 Tahun 2011, tugas
utama dari OJK adalah melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap:
a.
Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
b.
Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal;
c.
Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Adapun wewenang yang dimiliki OJK adalah sebagai berikut:
a. Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi:
a. Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi:
·
Perizinan
untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja,
kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger,
konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank;
·
Kegiatan
usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan
aktivitas di bidang jasa;
·
Pengaturan
dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas,
solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum
pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan dan pencadangan bank;
laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi
debitur; pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank;
·
Pengaturan
dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: manajemen risiko;
tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti-pencucian uang; dan
pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; serta pemeriksaan
bank.
b. Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) meliputi:
- Menetapkan
peraturan dan keputusan OJK;
- Menetapkan
peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
- Menetapkan
kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
- Menetapkan
peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga
Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
- Menetapkan
peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada lembaga
jasa keuangan;
- Menetapkan
struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan
kekayaan dan kewajiban;
- Menetapkan
peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
c. Terkait pengawasan lembaga jasa keuangan (bank dan non-bank) meliputi:
- Menetapkan
kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
- Mengawasi
pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
- Melakukan
pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen dan tindakan
lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan atau penunjang kegiatan
jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di
sektor jasa keuangan;
- Memberikan
perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan atau pihak tertentu;
- Melakukan
penunjukan pengelola statuter;
- Menetapkan
penggunaan pengelola statuter;
- Menetapkan
sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
- Memberikan dan atau mencabut: izin
usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat
tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan,
persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.
1.2
Rumusan
Masalah Penulisan
1.
Bagaimana peran OJK pada badan keuangan
Indonesia?
1.3
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui peran OJK pada badan
keuangan Indonesia.
1.4
Manfaat
Penulisan
1.4.1
Aspek
Teoritis
Makalah ini dapat
dijadikan sebagai sarana informasi untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan
tentang undang-undang yang mengatur tentang merek terkenal di Indonesia.
1.4.2
Aspek
Praktisi
1)
Bagi mahasiswa program studi S1 Marketing Bina Nusantara, mengetahui
tentang latarbelakang dan peran OJK pada badan keuangan di Indonesia.
2)
Bagi Institusi, dapat menambah bahasan
diskusi untuk program pembelajaran, khususnya program S1 Marketing.
1.5
Sistematika
Penulisan
Untuk
memberikan gambaran yang jelas mengenai penelitian yang dilakukan, maka
disusunlah suatu sistematika penulisan yang berisi informasi mengenai materi
dan hal yang di bahas dalam tiap-tiap bab, ada pun sistematika penulisan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a) Bab I Pendahuluan.
Pada bab ini di uraikan tentang objek penelitian, latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, serta sistematika penulisan.
b) Bab II Hasil dan Pembahasan.
Pada bab ini diuraikan mengenai pembahasan atas hasil data.
c) Bab III Penutup.
Bab ini berisi tentang kesimpulan terhadap pembahasan pada bab II.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Peran
OJK pada badan keuangan Indonesia
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi
memulai tugasnya sebagai lembaga pengawasan pasar modal Indonesia dan lembaga
non bank menggantikan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK). Hal Ini merupakan tugas berat Otoritas Jasa Keuangan untuk dapat
memperbaiki industri keuangan yang menjadi harapan bagi semua pelaku pasar.
Otoritas Jasa Keuangan diharapkan dapat
meningkatkan kinerja keuangan di industri pasar modal Indonesia serta akan
agresif mengadakan edukasi kepada masyarakat Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan
akan membantu otoritas Bursa untuk mendorong perusahaan melakukan pelepasan saham
ke publik melalui mekanisme penawaran umum saham perdana (IPO). Otoritas Jasa
Keuangan juga merencanakan pendekatan ke sejumlah perusahaan yang dianggap
potensial untuk menggelar IPO.
Selain itu, lembaga ini akan menciptakan
situasi yang lebih kondusif dan aturan yang sesuai bagi pelaku pasar. Ada tiga
strategi yang disebutkan Otoritas Jasa Keuangan untuk mendorong pertumbuhan
pasar modal di Indonesia.
1)
Pendalaman pasar (market deepening)
dengan menambah likuditas di pasar serta jumlah emiten. upaya yang dilakukan
OJK saat ini yakni dengan melakukan pendalaman pasar (market deepening). Hal
itu merupakan salah satu aspek terpenting untuk menjaga pasar keuangan. Market
deepening dilakukan dengan menambah likuiditas di pasar dan tingkatkan jumlah
emiten, basis investor, jenis produk, infrastruktur yang memadai, serta perkembangan
pasar utang dan sukuk.
2) Market
integrity yang disiapkan untuk membuat pelaku pasar lebih
kompetitif dengan infrastruktur memadai. Infrastruktur merupakan public service
obligation, yaitu sesuatu yang seharusnya menjadi kewajiban pemerintah karena
infrastruktur merupakan prasarana publik paling primer dalam mendukung kegiatan
ekonomi suatu negara. Ketersediaan infrastruktur juga sangat menentukan tingkat
keefisienan dan keefektifan kegiatan ekonomi serta merupakan prasyarat agar
berputarnya roda perekonomian berjalan dengan baik.
3)
Otoritas Jasa Keuangan akan berupaya
menegakan hukum (law enforcement) untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
pasar. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi memegang pengawasan atas pasar modal
dan lembaga keuangan non-bank. Peralihan ini diharapkan dapat meningkatkan
kualitas pasar modal Indonesia. Strategi untuk meningkatkan investasi pasar
modal diantaranya, melakukan pendalaman pasar untuk meningkatkan likuiditasnya,
membuat aturan-aturan baru, integrasi pasar untuk membuat pelaku pasar modal
lebih kompetitif dan
meningkatkan pengawasan agar kualitas dan kuantitas.
Dengan tiga strategi itu, diharapkan
tidak akan ada banyak pelanggaran
dan
investor menjadi lebih aman. Tugas Otoritas Jasa Keuangan akan bertambah dengan
menggantikan peran Bank Indonesia (BI) untuk mengawasi lembaga perbankan. OJK
akan menjadi otoritas baru pengawasan sektor keuangan Indonesia. Sebelumnya,
otoritas pengawas sektor keuangan terbagi dua, yakni Bank Indonesia (BI) selaku
pengawas perbankan dan Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)
sebagai pengawas lembaga keuangan non-bank.
OJK sebagai pengawas industri keuangan
yang baru, diharapkan membuat kebijakan dan peraturan jauh lebih baik dari saat
ini, sehingga bisa mendorong kemajuan industri keuangan nasional. Keberadaan
OJK tidak bisa dilepaskan dari otoritas moneter dan otoritas fiskal. Sebagai
otoritas moneter, BI membutuhkan akses data perbankan yang cepat dan tepat. Bagi
bank sentral, kewenangan menggunakan informasi data OJK sangat penting untuk
mengambil keputusan yang cepat dan tepat terhadap keadaan perbankan nasional.
Agar lembaga ini kredibel, Otoritas Jasa Keuangan
diharapkan pelaku industri keuangan mengupayakan beberapa langkah:
1) Menerapkan
secara konsisten prudential regulation yang berlaku secara
internasional.
2) Meregulasi
instrumen keuangan dan pasarnya, bukan hanya institusinya.
3)
Mengembangkan transparansi dan membangun
pendukung untuk menciptakan
market
discipline
Kehadiran Otoritas Jasa Keuangan
diharapkan membangun industry keuangan yang sehat, yakni stabil, kuat dan
efisien. Mempunyai daya tahan terhadap gejolak, terutama akibat faktor
eksternal. OJK dibentuk dengan konsep Form Follows Function (bentuk
mengikuti fungsi) menjadi dasar filosofi modernisme, untuk itu kehadiran OJK
sangat diharapkan dapat membangun industri keuangan yang sehat, stabil, kuat
dan efisien.
Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan
ditopang kerangka kerja institusi, baik kebijakan maupun operasi. Ada regulasi
dan supervisi industri keuangan terintegrasi yang memungkinkan Otoritas Jasa
Keuangan mengamati perilaku industri secara utuh. Ada mandat untuk melakukan
koordinasi antar-otoritas, seperti Otoritas Jasa Keuangan, BI, Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) dan Kementerian Keuangan, melalui pertukaran data dan informasi
keuangan, pembentukan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) untuk
sistem peringatan dini dan protokol manajemen krisis (CMP).
Kebutuhan publik terhadap lembaga keuangan
saat ini memiliki banyak jenisnya: sebagai penyimpan dan meningkatkan kekayaan,
sebagai juru bayar dan menerima pembayaran, sebagai sebagai proteksi atas
risiko bisnis maupun perorangan, dan sebagai lembaga yang membantu proses
akuisisi aset. Tingkat pemanfaatan dari layanan dan jasa keuangan ini di
Indonesia masih rendah. Namun seiring meningkatnya pendapatan masyarakat,
intensitas pemanfaatan jasa keuangan terus meningkat.
Peningkatan intensitas ini memang positif, namun
akan semakin meningkatkan risiko keparahan dampak (impak) yang ditimbulkan
apabila terjadi kegagalan dari layanan jasa lembaga keuangan. Untuk mewujudkan
lembaga
keuangan
yang amanah dan sehat tidak cukup mengandalkan mekanisme pasar. Kehadiran dari
lembaga pengawas menjadi keharusan agar lembaga keuangan tetap amanah. Sebab
industri keuangan bersifat highly regulated atau diatur secara ketat,
karena merupakan bisnis penitipan atau bisnis amanah.
2. Rambu-rambu
tata kelola dan hasil kelola perlu ditetapkan secara jelas.
Sayangnya, kini lembaga keuangan banyak
menilai sebuah aturan sebagai beban. Padahal, aturan itu memberikan manfaat
bisnis kepada industri. Bahkan sekarang ada satu fenomena bahwa semakin besar
peranan regulator, maka akan semakin diakui oleh mitra bisnis dan pengakuan
dari pelaku pasar. Saat ini, arus global untuk membuat standar internasional
terhadap penilaian kualitas lembaga keuangan semakin kencang. Melalui penerapan
standar internasional, lembaga keuangan Indonesia akan mudah bergaul dan
bertransaksi secara global dengan protokol yang sama. Dan peranan ini dapat
berjalan melalui regulator yang baik.
Peran regulator juga diperlukan karena krisis
keuangan kini bersifat tidak bisa dihindari. Lembaga keuangan hanya dapat
diminimalisasi dampaknya berupa membatasi ongkos dan mempercepat proses
pemulihan. Yang terpapar dari krisis tidak hanya masyarakat, tapi juga para
pelaku industri keuangan. Sulit membayangkan menghadapi krisis tanpa kehadiran
otoritas atau regulator. Regulator beroperasi menggunakan kebijakan, kebijakan
yang akan dihasilkan dibuat melalui riset dan kajian. Otoritas harus memiliki
paling tidak tiga kewenangan, yaitu power to license (pemberian izin), power
to regulate (mengatur), dan power to impose sanction (penegakan
aturan). Yang harus dihindari adalah terjadinya kelelahan regulasi (regulatory
fatigue) yang ditandai dengan seretnya pertumbuhan industri. Dosis regulasi
harus berkadar cukup dan berimbang. Peraturan yang baik harus efektif dan
memiliki legitimasi. Efektif artinya sesuai dengan cita-cita peraturan ini
diterbitkan. Legitimasi berkaitan dengan kewenangan penerbitan peraturan dan
didasari oleh kebutuhan dan kepentingan perekonomian secara luas. Pengawasan
juga harus berkadar cukup. Jangan bersifat overkill yang dampaknya akan
mahal bagi industri serta biaya untuk pelaporan dan memenuhi permintaan audit
OJK
akan menjadi satu-satunya regulator bidang jasa keuangan. Artinya ada
kemungkinan fungsi pengawasan lembaga yang bergerak di bidang jasa keuangan dan
pasar modal akan dikoordinir di bawah satu atap. Di sinilah pentingnya peran
sebuah struktur regulasi dalam membentuk trust dari para pelaku pasar.
Kepercayaan dari konsumen dan investor akan terbentuk apabila
BAB III
KESIMPULAN
3.1
Kesimpulan
Keberadaan OJK sebagai regulator tersebut harus
dapat melakukan fungsi pengawasan untuk mengendalikan penyalahgunaan pasar
(market abuses) dengan mencegah tindakan-tindakan perusahaan dan nasabah atau
konsumen di dalam sektor jasa keuangan yang berpotensi merugikan
kepentingan-kepentingan perusahaan, nasabah atau konsumen, dan investor dari
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Seperti, keterbukaan yang
melanggar hukum dan keterbukaan yang tidak sah atau pernyataan menyesatkan
(misleading statement), insider dealing, dan money laundering.
DAFTAR PUSTAKA
Website
:
www.ojk.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar